Senin, 16 Oktober 2017

Pemikiran Tafsir Kontemporer: Abdullah Saeed dan Fazlur Rahman

Pemikiran yang ditawarkan Abdulah Saeed mengenai pewahyuan Al Qur’an berbeda dengan tradisi klasik yang menyatakan bahwa Muhammad tidak berperan dalam membentuk makna dan maksud ayat. Ia memperluas tahapan proses pewahyuan menjadi empat level. Pertama, Proses pewahyuan kalam ilahi ke Lauh al Mahfudh kemudian turun ke langit dengan perantara Ruh (Jibril). Kedua, pewahyuan dalam hati Muhammad disertai kontekstualisasi terhadap sosial dan sejarah Arab ketika Al Qur’an dikomunikasikan. Ketiga, aktuliasasi wahyu Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, elaborasi penafsiran yang berkembang tidak terlepas dari petunjuk Tuhan. Atas dasar ini, kontekstualisasi menurut Saeed adalah studi serius memahami pesan dasar Al Qur’an yang diaplikasikan terhadap konteks makro asli dan konteks makro kontemporer.

Langkah penafsiran Al Qur’an kontekstual yang disusun oleh Abdullah Saeed, yang sebagian besar dipengaruhi oleh Fazlur Rahman sangat detail dan komprehensif. Tahapan-tahapannya yang saya simpulkan dalam beberapa poin. Pertama, kritik terhadap dunia mufassir, teks, dan reader. Kedua, menelusuri kesahihan teks berbahasa Arab. Ketiga, identifikasi makna teks dengan berbagai kajian penting. Keempat, mengaitkan penafsiran dengan konteks kini.

Kontekstualisasi Abdullah Saeed sangat menarik dan memperhatikan banyak hal. Dibutuhkan integrasi-interkoneksi berbagai keilmuan interdisipliner untuk menghasilkan penafsiran yang utuh. Namun juga menyulitkan mufassir yang dituntut menguasai keilmuan yang bermacam-macam. Terlebih lagi, kesalahan kecil yang luput terjadi dalam salah satu tahapan dapat mengubah hasil penafsiran akhir. Dari pembacaan saya di atas, muncul pertanyaan “Bagaimana metode penafsiran yang ditawarkan Abdullah Saeed dapat diterapkan terhadap ayat-ayat yang bukan berbasis hukum seperti ayat tentang hari kiamat dan mukjizat rasul?”

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Labels