Senin, 16 Oktober 2017

Aspek Universal dan Nilai Etika Aksiologis Pancasila

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen dengan adat dan kebudayaan masing-masing. Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa harus memenuhi kebutuhan menyeluruh bangsa Indonesia, yakni mampu diterima oleh khalayak umum. Hal ini berkaitan dengan aspek universal dalam hak asasi manusia dan Pancasila.

Dari Sabang sampai Merauke telah mengenal Pancasila dari sekian abad lalu. Tetapi, sudahkah pesan-pesan itu tersampaikan di kehidupan nyata? Zaman Orde baru menyebut dirinya pancasilais dengan embel-embel kepentingannya sendiri. Sungguh memprihatinkan melihat Pancasila yang suci dari menyengsarakan rakyat. Maka, perlu untuk mendalami dan mempraktekannya.

Aspek pancasila tak lepas dari sejarah hak asasi manusia. Berangkat dari Magna Carta dari Inggris yang menuntut hak milik dan kebebasan pribadi milik rakyat dari raja John sampai Deklarasi Universal tentang Hak asasi manusia oleh PBB. Deklarasi ini berisi tentang kebebasan, kesamaan, hak pendidikan dan keagamaan, dan perkawinan.

Pada intinya Deklarasi universal fokus untuk menjunjung nilai kemanusiaan. Hal ini selaras dengan sila kedua Pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai kemanusiaan tersebut senantiasa berdimensi universal yang dapat diterapkan oleh mayoritas pemerintahan di dunia. 

Pancasila juga berisi nilai-nilai etika aksiologis. Menurut Max Scherl, etika (tindakan manusia) didasarkan pada nilai. Nilai itu bersifat subjektif (perwujudan nilai tergantung subjek). Nilai adalah kualitas yang membuat suatu hal menjadi hal yang bernilai, sedangkan hal yang bernilai merupakan suatu hal yang membawa keualitas nilai.

Hal ini perlu digali untuk memperluas aspek pancasila karena nilai yang dianut Max Scherl menangkap nilai secara intuitif. Sikap dan tanggapan setiap orang berpengaruh dan menentukan kemampuannya dalam merasakan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Erat kaitannya dengan teori Kant tentang kewajiban bahwa etika itu didasarkan pada kewajiban. Memang kenyataannya, orang sering bertindak lebih didasarkan aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan daripada didasarkan pada nilai, tanpa peduli terhadap nilai yang mungkin mendasarinya.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Labels